Tuhan, Izinkan Aku Menjadi pelacur! Memoar Luka Seorang Muslimah. Karya Muhidin M Dahlan |
Kirani awalnya tinggal di Pondok Ki Ageng bersama seorang sahabatnya yang menjadi teman diskusi sekaligus tempat curhat. Di kampus, Kirani aktif dalam forum kajian yang membahas tentang masalah-masalah keislaman. Melihat kisah-kisah hidupnya, tak pernah terbayangkan jika muslimah ini akan terjebak dalam dunia free sex dan menjadi pelacur.
Dari forum inilah Kiran mengenal Mas Dahiri, sebuah perkenalan yang akan mengubah jalan hidup Kirani sama sekali. Bermula dari perkenalan inilah akhirnya Kiran bergabung dengan jamaah, setelah menjadi anggota Jemaah, mula-mula Kirani bersemangat melakukan dakwah dan menyumbangkan dana secara teratur dalam jumlah cukup besar.
Sosok Nidah Kirani digambarkan sebagai seorang muslimah yang taat, sangat jauh dari kesan seorang wanita pelacur. Tubuhnya dihijabi oleh jubah dan jilbab besar. Kecintaannya pada agama membuat dia memilih untuk hidup yang sufistik. Dan keinginannya hanya satu yaitu menjadi muslimah yang beragama secara kaffah.
Tapi di tengah jalan ia diterpa badai kekecewaan. Organisasi garis keras yang mencita-citakan tegaknya syariat islam di Indonesia yang di idealkannya bisa mengantarkannya berislam secara kaffah ternyata malah merampas nalar kritis sekaligus imannya. Setiap tanya yang dia ajukan dijawab dengan dogma yang tertutup. Berkali-kali di gugatnya kondisi itu tapi hanya kehampaan yang hadir. Bahkan Tuhan yang selama ini dia agung-agungkan seperti “lari dari tanggung jawab” dan “emoh” menjawab keluhannya. Di titik ini, kisah Pelacurannya akan dimulai.
Dalam keadaan kosong itulah dia terjerembab dalam dunia hitam. Ia lampiaskan frustasinya dengan free sex dan mengkonsumsi obat-obat terlarang. “Aku hanya ingin Tuhan melihatku. Lihat aku Tuhan! Kan kutuntaskan pemberontakanku pada-Mu!” katanya setiap kali usai bercinta yang dilakukannya tanpa ada secuilpun rasa sesal bahwa tubuh yang tertutup busana muslimah digunakan untuk melacur.
Dari petualangan seksnya itu tersingkap topeng-topeng kemunafikan dari para aktivis yang meniduri dan ditidurinya – baik aktivis sayap kiri maupun sayap kanan (islam) – yang selama ini lantang meneriakkan tegaknya moralitas. Bahkan terkuak pula sisi gelap seorang dosen kampus Matahari terbit Yogyakarta yang bersedia menjadi germonya dalam dunia remang pelacuran yang ternyata anggota DPRD dari fraksi yang selama ini bersikukuh memperjuangkan tegaknya syariat islam di Indonesia.
Buku Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur ditulis dengan bahasa yang sederhana, ada beberapa pembaca yang kesulitan karena pada teks-teks awal, buku ini terasa berat. Namun sang penulis, Muhidin M. Dahlan tentu sangat piawai mengolah kata dan membangun alur cerita. Kisah-kisahnya berani dan tidak berbelit.